TAHMIED
(Oleh Abdul Qadir Hassan)
Untuk
melengkapi pengertian masalah-maslah dalam kitab “SOAL JAWAB” yang pernah
diterbitkan oleh Persatuan Islam Bandung dan Bangil yang sekarang diterbitkan
oleh c.v. DIPENOGORO Bandung (1) Maka atas permintaan penerbitnya, saya
susunlah TAHMIED ini.
TAHMIED
ini saya bagi atas 4 bagian :
1. Yang
behubungan dengan hukum-hukum syari’at
2. Yang
behuubungan Bahasa (lughat)
3. Yang
behubungan dengan ‘Ilmu Hadits, dan
4. Yang
behubungan dengan Ushul Fiqih
(1) HUKUM-HUKUM
SYARA’
Ketentuan-ketentuan dari Allah dan
Rasul-Nya yang bersifat perintah, larangan, anjuran dan yang seumpamanya, oleh
‘ulama-‘ulama diishthilahkan dengan HUKUM-HUKUM SYARA’, HUKUM-HUKUM SYARI’AT
atau HUKUM-HUKUM AGAMA.
Dengan ketentuan-ketentuan yang
mereka adakan itu, ‘ulama-‘ulama mengeluarkan beberapa macam hukum.
Cukuplah dalam TAHMIED ini kita
mengenal 5 macam hokum yang biasa disebut-sebut, yaitu : 1) wajib 2) sunnat 3)
haram 4) makruh 5) mubah.
WAJIB :
Tentang “wajib ini, ada banyak
ta’rif yang dikemukakan oleh ‘ulama-‘ulama. Diantaranya, yang agak tepat, ialah
ta’rif yang berbunyi.
“wajib” itu satu ketentuan agama
yang harus dikerjakan. Kalua tidak berdosalah.
Umpamanya : shalat ‘Isya’, hukumnya
“wajib”, ya’ni satu ketentuan yang harus dikerjakan. Kalua orang Islam tidak
mau shalat yang diperintah itu, berdosalah ia.
Alasan yang diapaki untuk mmembuat
ta’rif tersebut, adalah firman Allah s.w.t, diantaranya :
فَلْيَحْذَرِ
الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya : Maka hendaklah orang-orang
yang menyalahi perintah¬nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa ‘adzab yang
pedih. (Quran, An-Nur 24 : 63)
Ayat ini dengan tegas menunjukan
bahwa orang yang melanggar perintah Allah (=Agama) itu, akan disiksa, sedang
yang akan di-adzab itu tidak lain, melainkan orang yang berdosa.
SUNNAH :
Ta’rif untuk “sunnah”, demikian :
“SUNNAH” itu satu perbuatan yang
kalau dikerjakan akan di beri ganjaran, tetapi kalau tidak dikerjakan tidak
berdosa.
Contoh : Nabi s.a.w berabda :
صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا -ر- البخاري و مسلم
Artinya : Shaumlah sehari, dan
berbukalah. (Riwayat Bukhary dan Muslim).
Dalam
hadits ini,ada perintah “shaumlah”. Kalau perintah ini dianggap “wajib”,
berarti menyalahi sabda Nabi s.a.w yang dihadapkan kepada seorang Arab gunung,
bahwa shaum yang wajib itu, adalah shaum bulan Ramadlan saja. Maka “perintah
dalam hadits itu tidak wajib. Kalau
bukan wajib, maka sesuatu perintah itu menuju kepada dua kemungkinan : (1)
kemungkinan “sunnah” dan (2) kemungkinan “mubah”.
“Shaum”
adalah soal Agama atau ibadat. Perintah yang bukan wajib, kalau berhubung
dengan ‘ibadat, dihukumkan “sunnah”. Maka “shaum” sehari, berbuka sehari itu,
hukumnya “sunnah”, yaitu kalau dikerjakan mendapat ganjaran, tetapi tidak
berdosa, kalau tidak dilakukan.
Alasan
untuk ketetapan demikian itu, ada banyak. Diantaranya firman Allah s.w.t.
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
Artinya : Dan bagi orang-orang yang
berbuat kebaikan (disediakan) kebaikan dan tambahan. (Quran, Yunus 26)
Ayat
tersebut, menunjukan bahwa orang yang mengerjakan sesuatu kebaikan, selain
mendapat balasan, ada pula tambahan. Tambahan inilah yang biasa kita katakana
“ganjaran”.
HARAM :
Ta’rief bagi hukum “haram” itu,
diantaranya demikian :
“HARAM” itu satu ketentuan larangan
dari Agama yang tidak boleh dikerjakan. Kalau orang yang melanggarnya,
berdosalah orang itu”.
Umpamanya : Nabi s.a.w bersabda :
لَا تَأْتُوْا الْكُهَّانَ -ص.ر. الطبراني-
Artinya : Janganlah kamu mendatangi
tukang-tukang tenung. (Shahih Riwayat Thabrani).
“Mendatangi
tukang-tukang tenung” dengan tujuan menanyakan sesuatu hal ghaib, lalu
dipercayainya itu, tidak boleh. Kalau orang berbuat yang demikian itu,
berdosalah ia.
Alasan
untuk ta’rief “haram” tersebut, diantarnya, sama denagn alas an yang dipakai
untuk menetapkan ta’rief wajib, yaitu ayat Quran, surah An-Nur 63.
MAKRUH :
Arti
“makruh” : Dibenci. Diantara ta’rief-ta’riefnya yang kena, adalah begini :
“MAKRUH”
itu, satu ketentuan larangan yang lebih
baik tidak dikerjakan daripada dilakukan.
Sebagai
contoh : “Makan binatang buas”. Dalam hadiet-hadietnya ada larangannya. Kita
hukumkan dia “Makruh”.
Jalannya
begini : Dalam Al-Quran, surah Al-Baqarah, ayat 173, Allah telah membatas yang
haram dimakan, yaitu hanya satu saja, yaitu babi. Maka kalau “larangan” makan
binatang buas itu kita huukumkan haram
juga, berarti sabda Nabi s.a.w yang melarang binatang buas itu,
menentangi Allah. Ini tidak mungkin. Berarti binatang buas itu “tidak haram”.
Kalau tidak haram, ia berhadapan dengan dua kemungkinan hokum : mubah atau
makruh. “Mubah” tidak kena, karena Nabi
s.a.w melarang, bukan memerintah. Jadi “larangan” Nabi s.a.w dalam
hadiets-hadiets tentang binatang buas
itu, kita ringankan. Larangan yang ringan tidak lain, malainkan
“makruh”. Kesimpulannya : Binatang buas itu “makruh”.
MUBAH :
“Mubah” artinya : Dibolehkan. Sering juga disebut “halal”.
Ta’riefnya begini :
“MUBAH
itu, ialah satu perbuatan yang tidak ada ganjaran atau siksaan bagi orang yang
mengerjakannya atau tidak mengerjakannya”.
Umpamanya
: Dalam Al-Quran ada perintah makan, “perintah ini dianggap “mubah”.
Alasannya
begini : kalau kita anggap “perintah makan” itu “wajib”, maka anggapan ini
tidak kena, karena “makan” ini suatu perbuatan yang mau tidak mau, diperintah
atau tidak mesti dilakukan oleh setiap manusia.
Sesuatu
yang sudah mesti dan ta’ dapat di-elak, tidak perlu di- “wajibkan”. Berarti
“perintah” Allah itu bukan wajib. Sesuatu yang bukan wajib, menghadapi dua
kemungkinan hokum : sunnat dan mubah.
Oleh
karena “makan” itu soal keduniaan, dan satu kemestian yang tidak boleh terlepas
dari manusia, maka bukanlah ia sesuatu ‘amal yang dijanjikan ganjaran padanya.
Kalau bukan ‘amal, maka hukumnya adalah “mubah”.
KESIMPULAN DAN PENJELASAN :
1.
Ta’rief-ta’rief
yang saya sebutkan di atas, adalah ta’rief -ta’rief sederhana untuk memudahkan
pengertian.
2.
Perintah-perintah
Agama mempunyai hukum : wajib atau
sunnat atau mubah.
3.
Hukum
wajib dan sunnat ada pada amal-amal
‘ibadat dan keduniaan, tetapi hukum mubah hanya ada pada keduniaan.
4.
Larangan-larangan
Agama mempunyai hukum-hukum : haram dan makruh. Hukum-hukum ini ada dalam ‘ibadat dan keduniaan.
Silahkan chat via WA 089633099798
0 komentar